Latar Belakang :
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan penerapan
Konvensi Keanekaragaman Hayati, yang diratifikasi oleh Indonesia melalui
Undang-undang No.5 tahun 1994, Indonesia turut serta dalam pembahasan dan
penandatanganan Protokol Keamanan Hayati (Biosafety Protocol) pada tanggal 28 Januari 2000 di Montreal Canada. Cartagena Protocol on Biosafety ini mencantumkan ketentuan
mengenai transfer, penanganan dan pemanfaatan organisme hidup yang yang
termodifikasi, terutama yang memiliki dampak negatif terhadap keanekaragaman
hayati.
Prasyarat kehati-hatian dalam pengalihan organisme hidup termodifikasi
serta pengkajian yang mendalam terhadap resiko yang mungkin ditimbulkan oleh
pengalihan, menjadi ketentuan penting dalam protokol ini. Dengan berlakunya
Protokol Cartagena di bidang keamanan hayati, Indonesia sebagai salah satu
negara yang menandatangani protokol mempunyai kewajiban untuk mempersiapkan
perangkat yang diperlukan untuk implementasi Protokol tersebut.
Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 15 RPP Keamanan
Hayati dan Annex III Protocol Cartagena, maka setiap negara pihak diwajibkan
untuk menyusun Pedoman Pengkajian Risiko Lingkungan PRG sebagai acuan bagi
pelaksanaan pengujian keamanan hayati secara nasional, yang transparan dan
mengakomodasi kepentingan lingkungan hidup.
Pengkajian risiko lingkungan merupakan kegiatan
ilmiah untuk mengevaluasi pengaruh potensial dari suatu benda atau mahluk hidup
dan aplikasinya guna menentukan kemungkinan terjadinya dampak negatif dan
mengkarakterisasi pengaruh tersebut. Kegiatan ini merupakan suatu proses untuk
memperoleh ukuran kuantitatif dan kualitatif dari tingkat resiko, termasuk
kemungkinan terhadap kesehatan dan lainnya.
Kajian risiko lingkungan yang berkaitan dengan
segala aspek produk bioteknologi hasil rekayasa genetika terhadap lingkungan
dan kesehatan manusia merupakan kewajiban pemrakarsa Untuk itu itu perlu adanya
suatu pedoman yang dapat diaplikasikan pada pengembangan dan pemanfaatan produk
bioteknologi hasil rekayasa genetika, sehingga memudahkan pemrakarsa dalam
menganalisa dan memahami potensi resiko dan dalam menyusun pengelolaan
resikonya.
Tujuan diadakan kegiatan penetapan prosedur
pengkajian resiko lingkungan pada produk rekayasa genetika adalah menjembatani
keperluan pengembangan bioteknologi melalui perekayasaan genetika dengan
menyiapkan instrumen analisis resiko sehingga dapat dirumuskan langkah langkah
pengelolaan resiko yang diperlukan.
Pelaksanaan dan hasil kegiatan :
Prosedur PRL PRG yang disusun merupakan
penyempurnaan dari Pedoman Pelaksanaan Pengujian Keamanan Hayati Produk
Bioteknologi Hasil Rekayasa Genetik yang diterbitkan oleh Badan Litbang Deptan
yang mengacu pada SKB 4 Menteri. Prosedur yang akan disusun dikelompokkan dalam
6 seri yaitu Seri Umum, Tanaman, Hewan, Jasad Renik, Pangan dan Pakan.
Berdasarkan Pedoman yang akan disusun, maka
dibentuk 6 kelompok kerja dengan anggota berasal dari Deptan, Badan POM, KLH,
LIPI dan beberapa Universitas. Selain itu, bersama-sama Fakultas Pertanian UGM,
KLH menyusun Prosedur Pengkajian Risiko Lingkungan khusus tanaman transgenik.
Hasil yang telah dihasilkan pada kurun waktu 2003
adalah draft Seri Umum, Tanaman, Hewan, Jasad Renik, Pangan dan Pakan, namun
yang telah disepakati oleh seluruh anggota POKJA adalah Pedoman Umum dengan
pertimbangan bahwa Pedoman ini dapat menjadi payung bagi pengujian lainnya.
Dengan demikian pedoman lainnya harus sinkron dengan pedoman umum dan memiliki
pendekatan yang sama.
Dalam melakukan pengkajian, Tim Teknis akan dibantu
oleh Tim Pengkaji yang keanggotaannya antar dep. Setelah Pelepasan, pengkajian
dilakukan oleh Komisi /Tim Pelepasan Varietas dengan perlakuan yang sama dengan
jenis-jenis konvensional. Namun demikian PRG tetap memiliki kekhususan,
sehingga masih diperlukan manajemen risiko. Sebagaimana amanat dalam RPP
Keamanan Hayati, unsur pemantauan dan pengendalian serta penarikan merupakan
komponen dalam pengelolaan risiko.
Khusus tanaman transgenic terutama kapas Bt, telah
dimulai sejak tahun 2000. Hingga saat ini pelepasan tanaman transgenic masih
menjadi pro dan kontra terutama berkaitan dengan kekhawatiran risiko bagi
kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Prinsip kehati-hatian merupakan
ketentuan penting yang tercantum dalam Cartagena Protocol on Biosafety.
Dengan demikian pengkajian risiko lingkungan
dilakukan untuk mengambil keputusan bahwa tanaman transgenik yang bersangkutan
dapat diterima dan ditanam sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, atau
dapat diterima dengan syarat adanya pengembangan manajemen risiko untuk
mengurangi risiko yang ada sampai pada tingkatan yang dapat diterima, atau
memutuskan bahwa tanaman transgenik tidak diijinkan untuk dimanfaatkan.
Prosedur PRL yang disusun menganut asas
komprehensivitas (menyeluruh) dengan mempertimbangkan asas kelayakan
(feasibility). Hal ini berarti bahwa semua faktor biotik maupun abiotik
dipertimbangkan untuk digunakan sebagai indikator, tetapi dalam pelaksanaannya
dilakukan pemilihan yang dapat mewakili kelompoknya, misal berdasarkan
fungsinya dalam ekosistem.
Kriteria pengkajian tanaman transgenik meliputi (1)
potensi tanaman transgenik menjadi gulma pada areal pertanian atau merusak
habitat alam; (2) potensi perpindahan gen (gene flow) ke kerabat liar sehingga menjadi gulma yang lebih
merusak; (3) potensi berdampak pada organisme bukan sasaran; (4) potensi
berdampak pada keanekaragaman hayati. Selain kriteria yang dikaji tersebut,
perlu dipelajari faktor-faktor dalam penilaian risiko yang berkaitan dengan
organisme tetua, unsur genetik, fenotip dari produk bioteknologi hasil rekayasa
genetik, dan aspek lingkungan.
Pengkajian dan hasil pengkajian harus dilaporkan
dengan menyertakan pihak terkait yang melakukan pengkajian dan bertanggung
jawab terhadap isi laporan. Laporan harus ditandatangani oleh ilmuwan senior
dari lembaga yang bertanggung jawab terhadap langkah-langkah pelaksanaan
pengkajian. Selain itu, laporan harus menyertakan salinan asli laporan
penelitian laboratorium pelaksana pengkajian, prosedur pengkajian, organisme
uji yang digunakan, lingkungan pengkajian, perlakuan dan takaran bahan racun
yang dikaji.
Tindak lanjut :
Pedoman Pengkajian Risiko Lingkungan untuk
produk-produk rekayasa genetik tidak hanya pada tanaman transgenic, dapat terus
dikembangkan melalui integrasi antara metode pengkajian risiko yang sekarang
ini digunakan dengan pengetahuan dan data baru yang diperoleh dari hasil
penelitian.
Berdasarkan Annex III Protokol Cartagena yang
mengamanatkan kewajiban pengaturan pengkajian risiko lingkungan, maka
penyusunan pedoman pengkajian risiko lingkungan organisme hasil rekayasa
genetik (OHM) untuk hewan, pangan, pakan dan jasad renik akan disusun sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kondisi di Indonesia.
Tidak ada komentar