Oleh: Budi Lenggono, S.Pd., MCH, C.Ht.
Pendidikan karakter kini banyak diperbincangkan di dunia pendidikan. Sebenarnya, hal ini adalah tema klasik yang seharusnya telah diimplementasikan sejak dahulu. Namun demikian, sadar ataupun tidak pendidikan karakter secara implisit telah tertanam melalui materi dan sikap para guru saat mengajar dan mendidik para siswanya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter telah ada namun dipraktikkan secara sporadis dan tidak terevaluasi.
Pemerintah telah membuka jalan yang lebar untuk melakukan pendidikan karakter bangsa yang dititipkan melalui pendidikan. Namun sayangnya, konsep mengenai hal ini belum baku dan belum memiliki contoh implementasinya secara riil. Ini masih mengambang dan nyaris masih berupa wacana. Mengapa demikian? Bagaimana tidak, di negeri ini setiap hari menyuguhkan problema secara bertubi-tubi dan tidak ada figur teladan yang diekspos sedemikian rupa sehingga menjadi promotor yang baik untuk mendorong semangat dalam mendidik karakter bangsa.
Ketidakjujuran masih menjadi masalah utama negeri ini. Gayus Tambunan, pegawai pajak yang korup. Jaksa yang menerima suap. Hakim yang tidak adil karena telah disuap. Money politic yang menggurita saat pemilukada. Bahkan, seorang anak kelas 6 SD yang ingin melakukan kejujuran saat ujian nasional diusir dari tempat tinggalnya. Seolah-olah kejujuran sudah tidak lagi ada tempat di negeri ini. Inilah yang disuguhkan media massa untuk dikonsumsi masyarakat sebagai wacana harian yang kering dari percontohan nilai-nilai pendidikan karakter.
Tentu saja hal di atas menjadi tantangan tersendiri terhadap penyusunan konsep pendidikan karakter dan implementasinya di dunia pendidikan. Praktisi pendidikan, terutama guru menjadi tokoh kunci yang harus menyiapkan solusi untuk menghadapi tantangan tersebut. Namun, lagi-lagi masalah baru pun timbul. Sebagian dari kalangan guru itu sendiri telanjur tidak menunjukkan karakter yang patut dijadikan teladan. Bagaimana mungkin mereka akan mengimplementasikan pendidikan karakter kalau dirinya saja tidak memiliki karakter yang baik. Tentu kita pernah membaca kabar atau bahkan terjadi di sekitar kita; ada guru yang melakukan pelecehan seksual, ada guru yang merokok, ada guru yang judi, parahnya lagi ada guru yang mengajarkan ketidakjujuran saat ujian. Belum lagi sistem pendidikan berikut biayanya yang juga turut menyumbang masalah. Sekolah mahal hanya bisa dienyam oleh yang mampu, sedangkan sekolah gratis hanya menyuguhkan kualitas yang kurang dari harapan.
Masyarakat dan khususnya pemerintah seharusnya tidak boleh tinggal diam melihat situasi semacam ini. Pemerintah dengan dukungan masyarakat harus menjalankan amanah dari UUD 1945, “Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ...“. Kita harus bangkit karena telah lama kita merdeka ternyata tujuan nasional negeri ini masih belum terwujud. Oleh karena itulah, untuk mewujudkan tujuan “mencerdaskan kehidupan bangsa” pemerintah harus menggandeng masyarakat untuk diajak bekerja sama. Dengan begitu, perjalanan perbaikan bangsa melalui pendidikan dapat berjalan dengan baik. Pemerintah menyediakan fasilitas legalisasi kurikulum dan dana. Adapun masyarakat turut menjalankan program yang digulirkan melalui sumber daya yang mereka miliki.
Random post
Animalia
Evolusi
Genetika
Pertumbuhan Tumbuhan
info
Tagged with: wacana
About Sultan Budi Lenggono
Budi Lenggono, S.Pd. sebagai admin blog ini adalah seorang guru Biologi di SMA Islam Terpadu (SMA IT) Nur Hidayah. Alamat di Jl. Pandawa 10 Pucangan, Kartasura, Sukoharjo. Selain itu, beliau juga seorang trainer dan hipnoterapis profesional (Certified Hypnoterapist; Master of Clinical Hypnotherapy). Web lainnya : www.sultanbudilenggono.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar