Select Menu

Random post

Animalia

Evolusi

Genetika

Pertumbuhan Tumbuhan

info

» » » Indonesia akan Membudidayakan Tebu Transgenik

Indonesia segera memiliki benih tanaman tebu hasil bioteknologi (produk rekayasa genetika/PRG). Tebu transgenik ini yang toleran terhadap kekeringan. Diperkirakan, pada awal 2014, tebu transgenik ini  sudah bisa dibudidayakan secara komersil sehingga mampu mengurangi ketergantungan pagan impor.

“Kita harus bangga karena benih bioteknologi tebu ini adalah produk asli anak Indonesia. Tebu bioteknologi tahan lahan kering tersebut dikembangkan oleh PT Perkebunan Nusantara XI bekerja sama dengan Universitas Jember. Diperkirakan, akhir tahun 2013 atau paling tidak awal 2014 benih tebu RPG dapat dikomersialkan," kata anggota Komisi Keamanan Hayati (KKH) Bambang Puwantara usai Media Wokshop on Communicating Food Science di Jakarta, Kamis (16/05).

Dijelaskan, benih tebu RPG toleran tahan kekeringan sudah mendapat rekomendasi aman pangan dan lingkungan. Rekomendasi tersebut masing-masing dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Lingkungan Hidup. Sayangnya, produk tebu bioteknologi itu belum lolos uji pakan yang rekomendasinya berasal dari Kementerian Pertanian.

“Bila sudah lolos dari uji pakan juga, tebu tahan lahan kering itu juga diuji keefektifannya untuk mengurangi efek gas rumah kaca (GRK). Karena kegiatan pertanian berkontribusi besar dengan efek GRK. Kalau mampu mengurangi efek GRK, maka produk bioteknologi ini akan dilepas ke petani," paparnya.

Dijelaskan, rencananya bibit tebu bioteknologi itu akan disebarkan kepada petani. Nantinya, secara  vegetatif bisa ditanam di areal tertentu dan kecil kemungkinannya menyebar sendiri melalui biji. Dengan begitu, kecil kemungkinan dampak yang ditimbulkan. Ini didasari penyebaran tebu biotek bersifat alami.

“Dari hasil riset tampak tidak terjadinya pemindahan sifat atas produk rekayasa genetika. Namun, uji lapang diharapkan untuk skala lebih luas sehingga hasilnya dapat segera direspons praktisi. Karena benih tebu transgenik, termasuk dari 13 benih varietas yang tengah diuji komisi. Seperti jagung dan kentang yang toleran busuk milik BB Biogen Litbang Kementan," ujarnya.

Sementara itu, ahli ilmu pangan dari IPB, Dahrul Syah menambahkan, sebenarnya banyak sekali tantangan yang sedang dihadapi Indonesia untuk mengembangkan bioteknologi. Di antaranya kurangnya pengetahuan akan bahaya dan resiko dari bioteknologi. Karena yang disampaikan selama inui bukan bahaya dari bioteknologi tapi resikonya. Sebab, bagaimana pun pangan harus aman dikonsumsi sehingga tidak membahayakan konsumen.

"Selama ini, sikap orang Indonesia lebih mempercayai desas-desus dari pada informasi resmi. Karena masyarakat kita lebih menyukai hal-hal yang bombastis. Jadi mereka lebih melihat resiko dari mengkonsumsi hasil transgenik. Sehingga kita pun kesulitan untuk mencapai ketahanan pangan, jika harus terus bergantung pada lahan sub optimal tapi tidak didukung pada varientas yang cocok," katanya.

Sebenarnya, terang Dahrul, teknologi rekayasa genetik hanya sebagai alat untuk memberikan keunggulan kepada produk pertanian. Misalnya, pengembangan tebu transgenik yang adaptif kekeringan dan jagung tahan hama penyakit.

Dengan keunggulan tersebut bisa dimanfaatkan untuk mengoptimalkan lahan pertanian. Karena, Indonesia memiliki lahan suboptimal cukup luas hingga 7 juta hektar yang sulit ditanami. Lahan tersebut bisa diintensifkan dengan varietas tanaman yang cocok hasil rekayasa genetik.

"Namun, teknologi rekayasa genetik bukan yang utama dalam memberikan keunggulan pada produk pertanian. Masih ada teknologi lainnya seperti hibridisasi dan teknologi budidaya lainnya. Jadi jangan menganggap rekayasa genetik sebagai yang utama. Apalagi kemudian menganggap bioteknologi mampu meningkatkan kesejahteraan petani dalam waktu singkat. Padahal, kesejahteran petani banyak faktornya, bukan sekadar peningkatan produksi dari hasil rekayasa genetik," tuturnya.

Dipaparkan, banyak sekali manfaat  dari hasil pengembangan rekayasa genetik. Misalnya, menghasilkan tanaman yang tahan hama penyakit, sehingga mengurangi penggunaan bahan kimia dari pestisida. Salah satu contohnya adalah, kapas bt hasil rekayasa genetik yang tahan terhadap hama ulat. Aspek lainnya, bukan hanya menghasilkan produk yang tahan hama saja tapi juga tanaman yang tahan cekaman iklim seperti kekeringan.

"Jadi harapan lebih lanjut dari rekayasa genetika ini, bukan hanya menurunkan penggunaan pestisida, tapi juga meningkatkan produksi. Bioteknologi bisa memberikan nilai tambah yang besar terhadap produk pertanian. Namun, teknologi rekayasa genetik hanya alternatif dan bukan satu-satunya cara dalam mengembangan produk pertanian," tegas Dahrul.

Dalam kesempatan yang sama, Director International Biotechonlogy,  Martina Newell McGloughlin mengungkapkan, kalau pengembangan tanaman biotek turut berkontribusi terhadap keamanan pangan global. Penggunaan tanaman biotek menurunkan 40 persen biaya produksi. Penghematan ongkos ini diperoleh dari biaya pestisida dan tenaga kerja.

"Seperti di China yang menggunakan benih padi bioteknologi, mampu mengurangi penggunaan pestisida mencapai 80 persen per kilogram per hektare. Sementara potensi yang dihasilkan meningkat 8 persen. Sehingga menghasilkan keuntungan USD4 miliar per tahun. Selain itu, penyakit yang merugikan pun bisa diturunkan secara signifikan," ucapnya yang juga spesialis virus tanaman dari Universitas California ini.



Referensi:



About Sultan Budi Lenggono

Budi Lenggono, S.Pd. sebagai admin blog ini adalah seorang guru Biologi di SMA Islam Terpadu (SMA IT) Nur Hidayah. Alamat di Jl. Pandawa 10 Pucangan, Kartasura, Sukoharjo. Selain itu, beliau juga seorang trainer dan hipnoterapis profesional (Certified Hypnoterapist; Master of Clinical Hypnotherapy). Web lainnya : www.sultanbudilenggono.com
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply